(Gambar Karikatur: Buku Biografi “Best Seller” dikutip dari Mice
Cartoon edisi Kompas Minggu 16 September 2012.)
Melihat gambar karikatur ini, saya jadi teringat cover buku Biografi seorang
pengusaha terkemuka yang belum lama ini meluncurkan buku tentang dirinya
bertepatan dengan perayaan hari lahirnya yang ke-50 tahun.
Namun sentilan itu bukan tentang bapak berusia emas dengan sentuhan
emas di dunia bisnis tersebut. Akan tetapi memotret realitas secara mengena
jika Anda rutin mengunjungi toko buku
dimana seri Biografi ini lumayan banyak mengisi rak-rak buku pilihan.
Soal pasar, saya pribadi tidak menemukan data pendukung
tentang angka penjualan. Namun memang buku Biografi ini umumnya
terpajang membentuk gunungan di area “Buku Baru” atau “Best Seller”.
Pemikiran awam saya berkesimpulan memang Buku Biografi ini
ada pasarnya. Pertama seperti yang disentil oleh kartunis, tokoh yang
ditulis adalah orang terkemuka, mulai dari pejabat, pengusaha, atau eksekutif perusahaan papan atas, dengan memiliki berbagai kepentingan dan alasan
menerbitkan buku. Misalnya berbagi pengalaman kehidupan, membuka tips sukses membangun
usaha, atau portofolio diri. Saya bayangkan jika bertemu orang beken tokoh
biografi tersebut, maka sebelum pulang akan mendapat ‘oleh-oleh’ sebuah buku
biografi lengkap dengan tandatangan dirinya.
Sang tokoh buku Biografi juga tidak perlu susah-susah
meluangkan waktunya yang padat seperti yang terjadi jika membuat buku Otobiografi. Buku-buku genre
biografi ini menciptakan peluang penghasilan seorang ghostwriter dan entahlah kalau boleh jujur saya rasa penerbit tidak rugi-rugi banget
untuk mencetak buku semacam ini. Karena tokoh biografi dengan posisinya sebagai orang sukses tentu punya
dana sendiri untuk membiayai ongkos produksi, termasuk membeli buku tersebut untuk kepentingan portofolio diri.
Secara terpisah saya menemukan berita terkait tentang buku biografi di surat kabar pada hari yang berbeda. Budayawan Eka Budianta pada bincang-bincang “Berbagi
Pengalaman Menulis Biografi” yang diselenggarakan oleh Penerbit Buku Kompas
Kamis (13/9) di Jakarta, mengatakan
esensi penulisan buku biografi adalah meningkatkan kualitas manusia melalui
tokoh yang ditulis. “Pembaca bisa mendapat pesan bermutu baik dari sosok yang
dikenal jahat sekalipun, seperti Rahwana atau Dasamuka dalam wayang,” demikian
kata Eka seperti dikutip dari harian Kompas Jumat 14 September 2012 pada berita
“Biografi Tingkatkan Kualitas Manusia”.
Namun laris tidaknya buku, menurut Eka, tidak berkait
langsung dengan kualitas dan isi pesan yang disampaikan.
Sementara Ana Nadhya Abrar, dosen komunikasi UGM, menegaskan
sebuah biografi hendaknya menginspirasi pembaca, ada kepentingan publik dimana
tidak hanya kepentingan tokoh yang ditulis. “Ada kebenaran fakta yang
disampaikan dan berkisahlah secara etis,” ujarnya.
Selain itu sejarawan Asvi Warman Adam yang juga turut
menjadi pembicara pada diskusi tersebut setuju dengan pernyataan Eka Budianta
agar biografi memasukkan unsur sastra dalam penulisan, tetapi jangan sampai
mengubah fakta-fakt yang ada. Karena Biografi juga bisa menjadi sumber sejarah,
dan bertujuan perbaikan kualitas hidup. “Biografi ideal adalah yang disampaikan
apa adanya dan lengkap. Seperti biografi Diponegoro dan Tan Malaka sebagai
contoh biografi komprehensif karena penulis menulisnya sepanjang hidup,” ujar
Asvi.
Referensi tulisan:
-
Kompas Jumat, 14 September 2012 “Biografi
Tingkatkan Kualitas Manusia” halaman 12.
-
Kompas Minggu, 16 September 2012.
No comments:
Post a Comment